Pengakuan UNESCO terhadap batik sebagai
warisan budaya Indonesia sebagai warisan budaya yang tercatat bersama wayag Indonesia, keris Indonesia dan Batik Indonesia. Ketiganya masuk di dalam "The Representative List of the Intangible Culture Heritage of Humanity." Pengakuan Batik sebagai warisan budaya
oleh UNESCO juga disambut oleh pemerintahdengan penetapan Hari Batik Nasioanal
pada Tanggal 2 Oktober. Hal-hal seperti diatas menyebabkan penggunaan batik
semakin menjadi trend di masyarakat
Indonesia.
Permintaan Batik yang meningkat
juga di respon oleh masyarakat utamanya para pengrajin dan pemerintah untuk
mengembangkan industri batik sebagai salah satu jalan untuk meningkatkan
perekonomian masyarakat. Pemerintah dan swasta merespon dengan cara melakukan
pelatihan batik melalui Departemen Tenaga Kerja, BUMN (Badan Usaha Milik
Negara) dan swasta, yang rupanya di respon baik oleh masyarakat. Salah satunya
Bu Sukati yang pernah mengikuti pembuatan batik di salah satu anak perusahaan
BUMN yaitu PTPN 12 cabang Banyuwangi. Yang kemudian pelatihan tersebut cukup
berguna ketika suami beliau pensiun dan pulang kampung ke dusun Krangkongan,
Desa Tegalwangi.
Di dusun Krangkongan Desa
Tegalwangi beliau mulai mengembangkan usaha sebagai usaha sampingan yang baru 6
bulan pulang kampung. Tetapi usaha beliau ini kemudian dilirik oleh ibu ketua
PKK ( Bu Kades) sebagai lumbung emas baru di Desa Tegalwangi yang mayoritas
masyarakatnya bekerja di bidang pertanian, sebagai industri rumahan yang mampu
meningkatkan perekonomian keluarga. Ibu Ketua PKK juga merespon dengan
memasukkan beliau dalam salah satu DAMA (Dasa Wisma) yang ada di Desa
Tegalwangi. Hal serupa juga di repon oleh mahasiswa KKN kelompok 16 Universitas
Jember Gelombang II TA. 2012/2013, yang menjadikan DAMA ini menjadi salah satu
POSDAYA yang berbasis pada industri batik.
Memang industri batik baru ini
belum berkembang baik, tetapi kedepannya bahkan Bu Sukati berkeinginan
melakukan pelatihan kepada anggota DAMA tersebut untuk memproduksi batik.
Karena nilai pendapatannya juga cukup besar yaitu sebesar Rp 75.000,00 -Rp
50.000,00 / potong. Selain itu Bu Sukati mulai mengembangkan motif batik antara
lain motif batik jeruk yang merupakan hasil pertanian di Desa Tegalwangi dan
Batik Krangkongan (tanaman rambat du sungai) sendiri.
Kedepannya Bu Sukati yang di
dukung oleh masyarakat sekitar ingin industri batik ini menjadi industri batik
rumahan yang cukup menggiurkan untuk mengisi waktu luang ketika mengolah lahan
pertanian, selain nantinya akan memberikan dampak ekonomi berupa masukan
tambahan bagi setiap keluarga. Selain itu Bu Sukati ingin memiliki merk sendiri
untuk Industri Batiknya ini yaitu Batik ANGKRANG (Arek Krangkongan). Berbicara
pengembangan Batik ANGKRANG akan di lanjutkan pada bab selanjutnya.
inilah kebanggaan milik bangsa yang tak pernah ada di negeri orang
BalasHapusBlog ini sebaiknya mem-posting Potensi desa tegalwangi seperti pertanian Jeruk, Jambu biji, perikanan, juga pondok pesantren yang ada di Desa Tegalwangi sebagai ajang promosi desa
BalasHapus